Contoh Puisi

Berikut merupakan contoh puisi yang terpilih untuk dijadikan rujukan dari segi kualiti:

Syarah Sejarah I 

Para namrud
mustahil berkongsi kuasa,
seperti mereka enggan berkongsi
mahligai, tanah dan emas.
Mereka hanya berkongsi anggur dan melagakan piala
ketika sang senapati pulang dari medan perang
membawa ratusan bikir, kepala lawan
dan berkajang-kajang peta.

Mereka mentafsirkan cinta
seperti pelita, dibeli dengan emas
atau dimiliki dengan titah murka -
sumbunya dibakar waktu malam
menerangi ratusan harem.
Paling mahal harganya sebuah negara
dihancurkan kelicikan para gundal
atau ketajaman jutaan belati muslihat.
Jika cinta menjadi satu,
mereka membina Taj Mahal
lalu memakamkan kemanusiaan.

Agama bagi mereka
sebilah pedang, suatu kiasan
tentang wakil tuhan dan adakala
dirunjang ke tengkuk ilmuwan.
Lidah mereka, hukum
para hukama hanya menelan liur sang raja.
Mereka percaya, nyawa Izrael
dan nasib manusia dalam genggaman.
Neraka nafsu mereka
terlalu luas, dan apinya tak pernah padam.


Lutfi Ishak
KLANG, 14 – 15 FEB 06



PUISI DOA ORANG LAPAR – RENDRA

Kelaparan adalah burung gagak
yang licik dan hitam
jutaan burung-burung gagak
bagai awan yang hitam

Allah !
burung gagak menakutkan
dan kelaparan adalah burung gagak
selalu menakutkan
kelaparan adalah pemberontakan
adalah penggerak gaib
dari pisau-pisau pembunuhan
yang diayunkan oleh tangan-tangan orang miskin

Kelaparan adalah batu-batu karang
di bawah wajah laut yang tidur
adalah mata air penipuan
adalah pengkhianatan kehormatan

Seorang pemuda yang gagah akan menangis tersedu
melihat bagaimana tangannya sendiri
meletakkan kehormatannya di tanah
karena kelaparan
kelaparan adalah iblis
kelaparan adalah iblis yang menawarkan kediktatoran

Allah !
kelaparan adalah tangan-tangan hitam
yang memasukkan segenggam tawas
ke dalam perut para miskin

Allah !
kami berlutut
mata kami adalah mata Mu
ini juga mulut Mu
ini juga hati Mu
dan ini juga perut Mu
perut Mu lapar, ya Allah
perut Mu menggenggam tawas
dan pecahan-pecahan gelas kaca

Allah !
betapa indahnya sepiring nasi panas
semangkuk sop dan segelas kopi hitam

Allah !
kelaparan adalah burung gagak
jutaan burung gagak
bagai awan yang hitam
menghalang pandangku
ke sorga Mu

WS Rendra


Citra Sebuah Kota 

Benak kota adalah pentas muda
berjubin rahsia dibenderangi kilau derita
marga timur memengap shantung
merelas budi pada tabir sejarah
yang dibakar obor kehidupan
menjadi abu kebejatan.

Sepanjang lorong takdir
neon peradaban mulai malap
ditelan gerhana keimanan
zulmat yang mencengkam
anak kerdil terdampar
di ribaan noda
memungat maruah
Yang dipongah

Kota
hanyalah mainan hasrat
menguntum setangkai duka
dari harum kemodenan

Shahkang
Kangar, Perlis. 
26 jun 2009


NEGERI INI, ANAK

Negeri ini, anak adalah tanah hijau penuh mahsul
terlalu pemurah dan saksama pada tiap warga yang berjasa
yang rela memberikan keringat serta setia untuk bumi tercintanya.
Usah kau persoalkan tentang derita milik siapa di negeri kaya
dan kesuraman sekejap siapa pula menjadi dalang
kalau tiba-tiba terdengar laungan dari bukit penuh gelap
itu hanyalah lolongan sang pertapa yang lemas ditikam bayang!

Negeri ini, adalah tanah luas sesayup pandangan
yang telah melahirkan ribuan pahlawan.
Rela memilih terbuang dari berputih mata,
kerana baginya, mati itu cuma sekali dan
tidak harus sia-sia.
Mereka tidak rela ini negeri tercinta
jadi kuda tunggangan atau dipekosa warga tidak bernama.
Meski darah dan tulang jadi gantian.

Dan hari ini, kata keramat itu dilaungkan.
Tanpa mengira kulit atau warna,

Kerana baginya:
negeri adalah tanah
adalah air,
adalah api,
adalah angin.
Adalah maruah,
adalah permai,
adalah berani,
adalah susila.
Adalah segala-galanya.

Di negeri ini anak,
mari kita hidup tanpa curiga atau rasa berbeza.
Siapa di sini adalah warganya,
kerana meski putih atau hitam, darahnya tetap merah.
Darahnya tetap merah.
Usah dilebarkan jurang atau mencipta kelam.
Mari kita dirikan harapan dan teguhkan kesetiaan.


Marsli N.O
17 Jun – Julai 1988


Catatan Luka Daerah Perang 

Kita adalah marga tanpa nama dan peta
sebaris watak yang tercipta
di panggung helah dan curiga. Saat tanah
telah menjadi senaskhah sejarah
yang diludahi perang, kitab purba
berdiksi luka- aksaranya sengsara
abjad-abjad cinta yang tak pernah dibaca
kecuali sekawan anak-anak
yang bermimpi secubit roti
dan segelas debu sentosa.

Betap kita disaji juadah demokrasi. Sehidang
muslihat di dulang propaganda
adalah makanan mereka yang memperdagang
sekeping ideologi untuk laba matawang
serta secangkir darah pejuang.

Di rumah dan kota televisyen
para durjana berpakaian tokoh
telah meminjam bibir malaikat
untuk membeli
perut rakyat yang melarat.

Setelah kanun dan agama
diletakkan pada dacing haloba
sehelai kemanusiaan tersayat
di gelanggang media dan angkara
dihunus sebilah sentimen yang tak bermata.

Hari ini kelaparan dan semangkuk darah
telah diletakkan harga
dan kita terpaksa membayarnya
dengan sekeping undi
dan kerusi sebuah negara.

Fahd Razy
Kuala Terengganu. 
30 Jun 2007

No comments:

Post a Comment